PDM Kabupaten Lumajang - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kabupaten Lumajang
.: Home > Artikel

Homepage

GERAKAN PENCERAHAN MENUJU INDONESIA BERKEMAJUAN - (Ahmad Syafi'i Ma'arif)

.: Home > Artikel > PDM
29 Januari 2016 17:28 WIB
Dibaca: 1388
Penulis : Prof. Drs. H. Ahmad Syafii Maarif, M.A., Ph.D.

 

Pendahuluan

          Muhammadiyah yang menyebut dirinya sebagai gerakan pencerahan dengan faham Islam yang berkemajuan, dalam Pengajian Ramadhan 1436 hijriah tahun ini diarahkan kepada gagasan bagi terciptanya sebuah Indonesia yang berkemajuan lahir-batin. Ungkapan maju muncul pertama kali dalam AD Muhammadiyah 1914. Artikel 2a menulis: “Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland.” Jika ditempatkan dalam perspektif teologis, bagaimana kira-kira corak Indonesia yang berkemajuan itu, sebuah agenda yang dikaitkan dengan Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar (3-7 Agustus 2015).

 

Indonesia, Islam, dan Muhammadiyah

          Proses kebangsaan untuk menjadi Indonesia secara intensif dan radikal baru terjadi pada tahun 1920-an bersamaan dengan munculnya gagasan nasionalisme dan cita-cita demokrasi. Tujuan puncak yang hendak dicapai adalah kemerdekaan bangsa. Gerakan BU (Budi Utomo), SI (Sarekat Islam), Muhammadiyah, dan lain-lain sebagai embrio (janin) nasionalisme yang telah muncul sebelum tahun 1920 ingin memberi warna khusus kepada proses kebangsaan itu. BU dengan warna kultur Jawa yang berkemajuan, sedangkan SI dan Muhammadiyah dengan warna Islam dengan faham teologis baru yang progresif sebagai antitesis terhadap konservatisme dan tradisionalisme Islam.

 

Dalam proses kebangsaan, Muhammadiyah terlambat mencantumkan kata Indonesia dalam AD (Anggaran Dasar)-nya. Pada AD tahun 1934, istilah Hindia Nederland masih digunakan persis seperti yang tercantum dalam AD 1914. Baru dalam AD 1941 nama Indonesia muncul menggantikan sebutan Hindia Nederland. Dalam AD Darurat Muhammadiyah pada 6 April tahun 1943 pada masa pendudukan Jepang, sebutan Hindia Nederland dan Indonesia dihilangkan, demi siasat berhadapan dengan Balatentara Dai Nippon sebagai penjajah baru menggantikan Belanda. Pada butir 25 dalam AD Darurat ini terbaca: “Perkoempoelan ini tidak boleh tjampoer tangan dengan pergerakan politik.” Ranah politik memang bukan garapan Muhammadiyah sejak awal, tetapi butir itu perlu dicantumkan, rupanya atas perintah bala tentara Jepang.

 

Sebenarnya hubungan Islam Indonesia dengan Muhammadiyah demikian eratnya berdasarkan fakta sejarah yang tak terbantahkan. Tetapi dalam AD Muhammadiyah, kata Indonesia itu bernasib hilang-hilang timbul. Dalam draf AD tahun 1950 sebagai hasil muktamar pada bagian pendahuluan, kata Indonesia itu malah disebut dua kali. Kemudian dalam AD yang sama setelah dikoreksi oleh PB Muhammadiyah, kata Indonesia itu kembali dihapus. Saya belum menemukan jawaban mengapa hal itu harus terjadi. Bahkan dalam AD Muhammadiyah yang lebih baru tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, kata Indonesia itu tidak dikembalikan sebagaimana yang jelas tercantum dalam AD 1941. Dalam perspektif ini, jika kita mendiskusikan topik “Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan” ditinjau dari berbagai aspek, maka dalam Muktamar Makassar bulan Agustus 2015 tahun ini saya usulkan agar kata Indonesia jangan lagi dibiarkan tersingkir. Cantumkan secara tegas dalam AD Muhammadiyah agar ranah sasaran dakwah kita tidak jadi mengambang, harus jelas di mana letak lingkungan sosio-kultural-geografisnya. Menentukan letak itu tidak akan menggusur sifat universalitas ajaran teologis Islam. Saya sendiri juga baru sadar setelah dokumen AD itu dibaca berulang kali.

 

Dalam rangka menampilkan corak Islam Indonesia kepada dunia, Muhammadiyah secara konstitusional harus tegas menyebut kata Indonesia itu dalam AD-nya. Pada saat peradaban Arab Muslim sedang kacau berantakan, mungkin tampilan Islam Indonesia yang ramah, moderat, dan modern akan sedikit memberi harapan, terlepas dari kondisi dalam negeri kita yang masih belum nyaman. Tetapi jika disandingkan dengan dunia Arab, Indonesia lebih baik dengan segala masalah yang melingkarinya.

 

 

Indonesia berkemajuan dalam sorotan wahyu-teologis

 

          Kutipan al-Qur’an yang popoler di kalangan warga Muhammadiyah sejak awal terdapat pada ayat 104 surat Âli ‘Imrân. Ayat ini sering benar diulang-ulang karena berdirinya Muhammadiyah sebagai organisasi modern dikaitkan dengan ungkapan ummah yang terdapat di dalamnya. Ayat ini sekalipun memuat perkataan amar makruf nahi mungkar semestinya digandengkan dengan ayat 41 surat al-Ḥajj yang bunyinya sebagai berikut: “Allazdîna in makkannâhum fî al-ardh aqâmû al-shalâh wa atâwû al-zakâh wa amarû bi ‘l-ma’rûf wa nahaw ‘ani al-munkar wa lillâhi ‘âqibat al-umûr.” (Orang-orang yang jika Kami beri posisi yang kuat dan berpengaruh di muka bumi, mereka mendirikan salat, membayarkan zakat, memerintahkan yang makruf dan mencegah kemungkaran). Ayat ini bisa ditafsirkan sebagai pesan kekuasaan dengan tugas utama: menegakkan salat, membayar zakat, memerintahkan yang makruf, dan menghentikan kemungkaran.

 

          Salat sebagai simbol hubungan menaik antara manusia dan Allah, zakat simbol hubungan mendatar sesama manusia agar ketimpangan sosial ekonomi tidak melebar.Komando memerintahkan yang makruf bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi semua, dan kemudian disusul oleh perintah penghentian kemungkaran oleh sistem kekuasaan yang adil dan kuat, demi terciptanya sebuah masyarakat yang manusiawi di atas landasan moral dan etika.Dengan demikian, cita-cita untuk sebuah Indonesia yang berkemajuan haruslah mengacu kepada empat pilar teologis ini. Dalam bacaan saya, Islam adalah agama yang pro orang miskin, tetapi pada waktu yang sama anti kemiskinan. Artinya kondisi miskin itu haruslah bersifat semantar untuk kemudian dihalau sampai ke batas-batas yang sangat jauh. Peradaban Islam yang berkembang sekarang belum mengacu kepada empat pilar itu.

 

          Apakah kemajuan itu? Kemajuan adalah gerak kreatif menuju sebuah dunia cita-cita yang adil dan beradab. Islam ingin melangkah ke arah tujuan itu. Ini adalah konsekuensi dari kepercayaan kepada wahyu. Jika yang menjadi ukuran semata-mata kemajuan ilmu dan teknologi, tanpa wahyu semuanya itu bisa dicapai. Apa yang sering dikenal sebagai era keemasan Islam di masa ‘Abbasiyah atau Umayyah di Spanyol, dalam penilaian saya belum tentu menjadikan wahyu sebagai pedoman utama. Sistem politik egalitarian yang pernah muncul selama  beberapa tahun pasca kenabian, oleh Mu’awiyah diterpedo pada kuncupnya dan diganti dengan sistem dinastik yang anti ajaran persamaan. Dalam pada itu, dunia modern yang kita saksikan sekarang ini dengan topangan ilmu dan teknologi yang canggih dapat dikatakan dibangun tanpa wahyu. Indonesia berkemajuan yang digagas dalam pertemuan ini adalah bagian dari dunia modern yang telah lama kehilangan jangkar spiritual. Ilmu dan teknologi modern tanpa kawalan wahyu pasti akan berujung dengan hara-kiri peradaban.

 

          Lalu bagaimana jalan keluar? Secara sederhana, Islam harus tampil ke depan sebagai penyelamat peradaban. Tetapi bukan Islam yang ada dalam kantong-kantong sunni, syi’ah, khawarij sebagai akibat dari sengketa politik kekuasaan berketiak-ularelite Arab Muslim pada abad ke-7 yang ekornya masih berlangsung sampai hari. Bagi Muhammadiyah yang ingin bergerak menuju ke arah sebuah Indonesia yang berkemajuan tidak punya pilihan lain, kecuali berani mengucapkan selamat tinggal kepada kotak-kotak sunni, syi’ah, khawarij, dan segala keturunannya yang mengacau perjalanan peradaban Islam profetik yang kini masih berada dalam rahim sejarah.

 

Akhirnya

 

          Sebagai penutup, sebuah pertanyaan masih saja mengganggu otak saya: apakah Muhammadiyah dalam kondisi sekarang sebagai pembantu negara dalam bidang pendidikan dan kesehatan punya kesungguhan untuk bergerak ke arah Indonesia yang berkemajuan itu?

 

 

*) Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1998-2005

 

(Disampaikan dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY Bantul DIY, 2 Ramadhan 1436/19 Juni 2015)


Tags: GerakanPencerahan , IndonesiaBerkemajuan , Muhammadiyah

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website